Beberapa hari yang lalu saya sedang sibuk bersih-bersih perpustakaan bersama teman-teman guru dan beberapa siswa di sekolah, tiba-tiba Lusy datang sambil berteriak, “Menulis, membuatku menangis”. Aneh sekali Lusi ini, ada apa sebenarnya? Namun saya senang sekali melihatnya. Melihat senyum manisnya. Semangat dan kerja kerasnya.
“Benar bu, menulis membuatku menangis, bukan menangis karena sedih, akan tetapi menangis bahagia. Bagaimana tidak bahagia? Ternyata aku bisa. Bisa menulis.”, jelas Lusi sambil membuka karyanya. Dua buah sinopsis yang telah ditulis dan ditempel di selembar kertas buffalo. Ternyata dia berusaha membuat BOOK TALKS. Dengan membuat book talks dia ingin berbagi.
Beberapa bulan yang lalu saya mendapatkan ilmu ini dari Bu Resty dari Tangerang. Kemudian saya buat contoh dan mulai melakukan sosialisasi ke siswa. Hasilnya, mampu meningkatkan minat baca siswa. Dengan membaca ringkasan cerita yang di tempel di dinding menimbulkan rasa penasaran siswa untuk mencari bukunya dan membacanya. Terima kasih bu Resty.
Menumbuhkan semangat menulis dan membaca pada anak memang tidaklah semudah membalik telapak tangan. Namun kita semua orang tua, guru dan masyarakat seharusnya bekerja sama untuk membangunnya. Literasi anak menjadi tanggung jawab kita bersama.
Ternyata bukan hanya Lusi yang memiliki pengalaman, “Menulis, membuatku menangis”. Edy juga memiliki pengalaman yang sama. Bedanya Edy lebih suka membaca buku-buku ilmiah dan buku-buku spiritual, sedangkan Lusy suka membaca teenlit. Edy lebih pendiam, sedang Lusy sangat ceria.
Edy biasa mengungkapkan pengalaman batinnya dengan tulisan, sedangkan Lusy senang mengungkapkan perasaannya melalui kata-kata. Edy sering bercerita tentang pengalaman membaca dan menulisnya melalui sms. Saya menyukai karyanya. Kebetulan saya mengajar fisika, Edy salah satu siswa terbaik saya di kelas X. Lusi prestasinya tidak sebaik Edy namun dia anak yang baik. Selalu berusaha menjadi yang terbaik. Dan anaknya sangat sopan.Saat ini Lusy sedang berusaha mengubahnya kebiasaan berbicara atau berkata-kata ke dalam bentuk tulisan. Ketika bisa dia senang sekali sampai menangis. Saya bangga padanya.
Namun kita tidak perlu kawatir pada akhirnya Lusy dan Edy bisa berbagi, mereka bisa berdiskusi dan meningkatkan imaginasi serta meningkatkan keterampilan menulis di perpustakaan sekolah, karena secara alamiah setiap anak memiliki keinginan untuk menjalani hidup ini supaya penuh arti / makna. Sebagai guru kita tinggal menyediakan fasilitas yang memadai guna memberi ruang gerak siswa untuk berkarya dan berimaginasi.
Kini karya Lusy telah terbaca beberapa siswa, sehingga mampu menumbuhkan keinginan membaca dan berkarya bagi siswa lainnya. Bu Resty pun ikut bahagia. Karena beliau sempat membaca cerita ini di Kompasiana.com.
Sabtu, 07 Agustus 2010
Menulis, Membuatku Menangis
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Selamat menulis Bu, tapi jangan sambil nangis...
BalasHapusSalam!
ibu, saya kembali bu.. hehe masih ingat ngga?
BalasHapusoya soal mina baca memang perlu disiasati... sebagai guru harus bisa menemukan passion atas metode anak membaca....
jadi sebenarnya bukan masalah bahan bacaan, tetapi metode selama ini belum bisa match dengan keadaan siswa...
hehe kayak ngambang ya... tapi itu dulu Bu...
@Marsudiyanto; Inggaih pak Mars, matur nuwun sanget.
BalasHapus@Jazz Muhammad; Alhamdulillah masih ingat saya. Benar mas Jazz, menurut pendapat saya pada dasarnya minat baca anak sangat tinggi. Hanya saja para pemimpin kurang memperhatikan peranan perpustkaan, baik di sekolah maupun di daerah.
BalasHapusluar biasa...sedari dini sudah biasa menulis....
BalasHapusTidak juga ... namun anak-anak memang harus belajar menulis. Terbukti menulis mampu meningkatkan kepercayaan diri seseorang, bahkan bisa juga mengurangi beban hidup anak-anak.
BalasHapusTerima kasih motivasinya.
Bu, bolehkah saya kapan-kapan dolan ke rumah ibu. Saya ingin ngobrol tentang dunia tulis menulis. Rumah ibu kan dekat dengan rumah saya.
BalasHapusDi tunggu tulisannya mbak..tentu tulisan yang riang dan menyemangati, karena saya yakin tulisan disini dibaca anak didik mbak Puspita
BalasHapusSaya bahagia campur haru... bravo bu
BalasHapus