Posting Terbaru

Jumat, 24 September 2010

Tebing Bunga Lily

Sejak bel istirahat berbunyi Budi menanti  mbak-mbak Jurusan restoran yang berjanji bercerita tentang tebing bunga lily. Meskipun dia belum mengenal namanya namun dia yakin akan bisa bertemu pagi ini di perpustakaan sekolah. Dan ternyata harapannya tidak sia-sia.
            “Hayoo, pagi-pagi sudah melamun!”, sapa Vivin mengagetkan Budy.
            “Nunggu saya ya?. Mau nagih janji saya?. Tidak usah kawatir saya pasti cerita”
            “Benar mbak, saya memang menunggu mbak. Maaf mbak boleh saya bertanya, nama mbak siapa?. Nama saya Budi kelas X jurusan mesin”, Tanya Budi dengan sopan.
            “Saya, Vivin kelas XI Jurusan restoran”
            “Ya mbak Vivin, saya mau mendengar cerita tentang tebing bunga lily”
            “Dengarkan cerita saya”
            “Siap mBak”, jawab Budi sambil tersenyum.
Alkisah, di tepian tebing yang terjal, tumbuhlah setangkai tunas bunga lily. Saat tunas bunga lily mulai bertumbuh, dia tampak seperti sebatang rumput biasa. Tetapi, dia mempunyai keyakinan yang kuat, bahwa kelak dia pasti akan tumbuh menjadi sekuntum bunga lily yang indah.
            “Sebentar … sebentar. Memangnya kamu pernah melihat bunga lily?”
            “Jujur,  belum mbak”, jawab Budi
            “Kalau belum, suatu saat saja saya bawakan tanamannya. Bunga lily tumbuh subur di musim hujan. Saya lanjutkan lagi …”
Rumput-rumput liar di sekitarnya mengejek dan menertawakannya. Burung-burung dan serangga pun menasihatinya agar tunas lily jangan bermimpi menjadi bunga. Mereka pun berkata, "Hai tunas muda, sekalipun kamu bisa mekar menjadi kuntum bunga lily yang cantik, tetapi lihatlah sekitarmu. Di tebing yang terpencil ini, biarpun secantik apa pun dirimu kelak, tidak ada orang yang akan datang melihat dan menikmati keindahanmu."
Diejek seperti itu, tunas bunga lily tetap diam dan semakin rajin menyerap air dan sinar matahari agar akar dan batangnya bertumbuh kuat. Akhirnya, suatu pagi di musim hujan, saatnya kuncup pertama pun mulai bertumbuh. Bunga lily merasa senang sekali. Usaha dan kerja kerasnya tidak sia-sia. Hal itu menambah keyakinan dan kepercayaan dirinya.
Dia berkata kepada dirinya sendiri, "Aku akan mekar menjadi sekuntum bunga lily yang indah. Kewajibanku sebagai bunga adalah mekar dan berbunga. Tidak peduli apakah ada orang yang akan melihat atau menikmati keberadaanku. Aku tetap harus mekar dan berbunga sesuai dengan identitasku sebagai bunga lily."
Hari demi hari, waktu terus berjalan. Akhirnya, kuncup bunga lily pun mekar berkembang-tampak indah dan putih warnanya. Saat itulah, rumput liar, burung-burung, dan serangga tidak berani lagi mengejek dan menertawakan si bunga lily.
Bunga lily pun tetap rajin memperkuat akar dan bertumbuh terus. Dari satu kuntum menjadi dua kuntum, berkembang lagi, terus dan terus berkembang, semakin banyak. Sehingga jika dilihat dari kejauhan, tebing pun seolah diselimuti oleh hamparan putih bunga-bunga lily yang indah. Orang-orang dari kota maupun desa, mulai berdatangan untuk menikmati keindahan permadani putih bunga lily. Dan tempat itu pun kemudian terkenal dengan sebutan "Tebing Bunga Lily."
“Mengeti maksud ceritanya?”
Cerita semangat bunga lily ini menginspirasikan kepada kita, saat kita mempunyai impian, ide, keinginan, atau apapun yang menjadi keyakinan kita untuk diwujudkan, jangan peduli ejekan orang lain! Jangan takut diremehkan oleh orang lain! Tidak perlu menanggapi semua itu dengan emosi, apalagi membenci. Justru sebaliknya, tetaplah yakin dan berjuang dengan segenap kemampuan yang kita miliki. Buktikan semua mimpi bisa menjadi nyata”
Tiba-tiba Rina menyela, “Tahukah kamu siapa bunga lily di sekolah kita?”
“Belum mbak”, jawab Budi cepat.
“Bunga lily di sekolah kita, ya mbak Vivin yang cantik ini. Dia baru saja memenangkan lomba kaligrafi se kabupaten Nganjuk. Dan sekarang beberapa karyanya bertebaran di ruang-ruang yang ada di sekolah. Termasuk di ruang Kepala Sekolah. Padahal awalnya semua orang meremehkan potensinya. Selamat ya Vin!”
“Selamat juga mBak!’, Budipun  ikut memberi ucapan selamat pada Vivin.
“Mbak Rina ada-ada saja. Belum apa-apa mbak. Saya jadi malu”,
“Tidak usah malu. Saya kagum pada keteguhan hatimu. Selamat berjuang meraih impianmu adikku”, kata Rina sambil berlari ke luar dari perpustakaan karena bel telah berbunyi.
“Terima kasih mbak”, teriak Vivin pada Rina yang sudah berlari ke kelasnya.
“Saya juga terima kasih mbak”, Budipun berlari ke luar menuju kelasnya.


Artikel ini pernah saya postingkan di Kompasiana.com



4 komentar:

  1. @Deni; terima kasih kunjungannya perdananya setalah lama tidak jumpa. Alhamdulillah Allah masih memberi kesempatan pada kita untuk bertemu di dunia maya.

    @chafiz; terima kasih kunjungannya.

    BalasHapus