Sebelum saya melanjutkan artikel tentang pendidikan holistik saya ingin sekali bercerita tentang kisah perjuangan Ma Yan terlebih dahulu.
Pada saat saya ke Surabaya menjenguk adik yang baru saja melahirkan putri keduanya yang sangat cantik saya sempat mampir ke toko buku Uranus di Surabaya pada saat itu saya tertarik dengan buku yang menceritakan tentang Perjuangan dan mimpi gadis kecil miskin di pedalaman Cina untuk meraih pendidikan dengan Judul “Ma Yan” karangan Sanie B. Kuncoro.
Ma Yan punya semangat yang sangat luar biasa tidak membiarkan apapun atau siapapun menghalangi keinginannya meraih ilmu. Tidak hanya harus berlapar-lapar agar bisa membeli peralatan ulis, dia juga harus berani menentang kebiasaan lingkungannya. Sebab, dilingkungannya hanya anak laki-laki yang umumnya bisa ke sekolah.
Ma Yan ditemukan oleh sebuah tim ekspedisi kecil. Pada saat akan melanjutkan perjalanan tiba-tiba dihadang oleh seorang perempuan, ibu Ma Yan. Meskipun mereka terpaksa bicara dengan bahasa isyarat karena tidak saling memahami bahasa Zhangjianshu namun tim ekspedisi mengikuti kemauan perempuan itu untuk mendatangi rumahnya.
Ketika sampai di rumah perempuan tersebut, ibu Ma Yan menyerahkan tiga buku catatan bersampul coklat. Tulisan dalam buku itu berhuruf Cina. Meskipun dengan ekspresi ketidakpahaman namun perempuan desa itu Nampak sangat lega ketika ketiga buku tersebut telah diterima Sarah salah satu anggota tim ekspedisi.
Ma yan lahir pada tanggal 6 Maret 1988. Terlahir sebahgai suku Hui. Bersekolah di Yuwang, sebuah kota kecil yang merupakan pusat perdagangan utama bagi daerah sekitarnya. Zhangjiashu, merupakan salah satu masyarakat Yuwang merupakan masyarakat paling miskin di Cina. Wilayah sulit air sehingga selalu terjadi kekeringan kronis.
Ma yan bersekolah sejauh 20 km. Jalur perjalanan itu berupa ladang-ladang pedalaman yang berbukit, trayek berbahaya yang berdekatan dengan jurang-jurang dengan dakian dan turunan yang curam serta celah lebar di antara karang terjal. Melalui rute ini ini mmerlukan waktu tempuh empat jam untuk pejalan cepat dan lima jam untuk ayunan kaki berkecepatan ala kadarnya. Dalam cuaca apapun, entah bersalju, hujan atau cerah dengan terik matahari, diperlukan uapaya penuh perjuangan menyusuri jalanan berdebu.
Tidak ada tempat berlindung. Ma yan sering menemui para mengadang; binatang liar yang pasti kelaparan mencari mangsa, salah satunya adalah ular sehingga harus waspada pada saat berjalan. Pengadang lain, yang justru lebih berbahaya adalah pencuri. Pencuri sering menjarah harta siswa berupa peralatan sekolah yang sangat sederhana dan perbekalan makanan. Oleh karena itu para guru menyarankan siswa untuk naik traktor dengan biaya 1 Juan tiap orang. Satu juan bagi Ma Yan sangatlah besar sehingga dia seringkali terpaksa pulang ke rumah sejauh 20 km dengan berjalan kaki bersama adiknya.
Suatu saat Ma Yan pernah menangis dengan kesedihan yang dalam karena pulpennya nyaris hilang. Untuk membeli sebuah pulpen Ma Yan harus berpuasa selama dua pekan lebih. Demi mendapatkan sebuah pulpen diperlukan perjuangan yang berat menguras ketabahan, keteguhan dan menanggung kelaparan panjang.
Tidak kalah menarik untuk diceritakan adalah perjuangan ibu Ma Yan. Perjuangan seorang ibu supaya anak-anaknya tetap bisa sekolah dalam keadaan sakitpun tetap harus pergi bekerja menjadi buruh pemetik Fa Cai dengan ongkos yang sangat minim demi bertahan hidup. Demi kelangsungan pendidikan putrinya. Fa cai adalah rumput sayuran, sejenis rumput yang tumbuh dengan benang-benang halus menyerupai bulu. Wujudnya hitam kering mirip ganggang. Rumput ini tumbuh liar dan subur di padang rumput Cina bagian barat daya. Biasanya diolah dalam bentuk salad atau sup.
Meskipun berpenghasilan sangat minim namun semangat juang ibu Ma Yan untuk menyekolahkan Ma Yan tidak pernah patah arang. Meskipun hidup dalam keterbatasan, Ma Yan mampu meraih prestasi yang sangat membanggakan bagi keluarganya.
Judul: Ma Yan
Pengarang: Sanie B. Kuncoro
Penerbit: PT. Bentang Pustaka
Halaman : 214
Harga: Maaf lupa mencatat
patut menjadi perenungan
BalasHapus:)
buku yg bagus nih.
BalasHapusMa-Yan ini kok seperti nama etnik cina ya bu. Pengarangnya kan namanya model-model nama orang Jawa.
BalasHapusBTW, ada award buat Panjenengan Ibu Puspita.....
@Rusa Bawean; memang patut menjadi perenungan, namun sebenarnya masih banyak perjuangan-perjuangan siswa Indonesia untuk memperoleh pendidikan yang belum tertuang dalam sebuah tetralogi macam Laskar Pelangi maupun Ma Yan.
BalasHapus@Sang Cerpenis bercerita; lumayan menginspirasi.
@nahdhi; Pengarangnya alumnus Fisip Undip. terima kasih awardnya.
Hebat,... ternyata mbak bisa menjadi Reviewer buku . Jadi kepingin baca bukunya..........
BalasHapusmampir2 langsung komeng...
BalasHapuswow...sepertinya menarik...
apakah hampir mirip dengan Toto Chan?
perjuangan ma yan memang patut oleh pelajar indonesia
BalasHapusReviewnya komplit banget Ibu.. isi bukunya juga oke.
BalasHapusMakasih ya sudah berkunjung ke tmpt saya, langsung saya follow ya, tapi ntar gantian dong.
yah, bersambung... ;)
BalasHapusLumayan bisa baca kisah Ma Yan di sini...
BalasHapus@Seti@wan D; Hebat apanya? Andai saya hebat pasti bisa berkarya sehebat pak Iwan. Belum apa-apa.
BalasHapus@muamdisini;Saya belum mengenal Toto Chan, jadi ingin mengoleksi bukunya.
@anang; selamat berjuang. Anang pasti bisa.
@mantan copet; masih belajar. ya gantian tapi bagi ilmunya dulu.
@fery; bersambung keburu berangkat sekolah takut diprotes anak-anak. Ha ha ha!
@marsudiyanto; terima kasih kunjungannya.
mbak, saya pernah membaca reviu tentang buku yang sama oleh salah seorang teman bloger. dan membaca riviu mbak puspita membuat rasa penasaran saya semakin menjadi-jadi. kemarin sempat hampir saya beli bukunya, tapi kok ya nggak jadi, gara-gara mikir masih terlalu banyak buku saya yang antri.
BalasHapuskayaknya kali ini nggak boleh mikir lagi deh, musti beli!
Selamat berburu buku. Saya masih belajar, belajar tentang perjuangan, belajar pada Ma Yan juga. Sayang sekali saya belum bisa menulis dengan baik, andai bisa .... saya ingin menuliskan perjuangan siswa-siswa saya supaya tetap bisa sekolah meskipun hidup dalam keterbatasan.
BalasHapusPerjuangan siswa-siswa adik saya di kaki gunung Wilis juga patut dibukukan. Sehingga dapat menambah bahan bacaan di negeri kita tercinta. Andai mampu, pasti saya tulis, sekarang belajar dulu. Termasuk banyak belajar pada Uni.
kisah tentang “Ma Yan” agaknya cukup inspiratif, bu pita, kita bisa banyak belajar dari sosok2 mereka yang bersahaja, tapi menampilkan aura kecerdasan yang luar biasa.
BalasHapusIdem dgn komennya mbak Marshmallow. Kyknya pernah baca juga di blog lain. Btw, alangkah baiknya klo dicantumin judul lengkap dan cover depan bukunya, mbak!
BalasHapusbu pus bisa buat cerpen juga z?hebat3
BalasHapusmenyepa sahabat ditengah hari yang panas.. semoga bundo selalu diberikan kesehatan olehNYA
BalasHapussalam sayang
RAIHLAH “JATI DIRI MANUSIA”.. untuk MENGEMBALIKAN JATI DIRI BANGSA INDONESIA
BalasHapusSalam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabatku terchayaaaaaaaaaank
I Love U fuuulllllllllllllllllll
tuntut lah ilmu sampai ke negeri cina.
BalasHapustugas sya sudah selesai bu.
siap2 jualan buku
BalasHapusreferensi bukunya bagus - bagus mbak :)
BalasHapus@Sawali Tuhusetyo; matur nuwun, setiap saat kita memang harus belajar terutama belajar pada ahlinya.
BalasHapus@Fanda; saya tahu kalau sudah ada yang pernah membuuat ringkasannya yang saya tahu buku ini sangat inspiratif bagi saya dan siswa saya.
@Young guns; ibu masih jauh dari bisa, masih belajar. Ayo An, bersemangat!.
@Kang Boed; Terima kasih. Mari kita perbaiki jati diri manusia supaya mampu jati diri bangsa.
@Nanang kere; terima kasih Nang. Tugasnya kreatif sekali. Jangan lupa kembangkan semangat berbagi.
@AeArc; belum, Hanya ingin menyemangati siswa belajar membuat risensi.
@Neng Aia; Tidak juga, doakan saya mampu membuat risensi seluruh koleksi buku saya, buat warisan. Terima kasih motivasinya.
iyoe cen mayan tenan:D
BalasHapuswakakak
resensi yang menggerakkan hati untuk mencari bukunya, ibu:)
BalasHapusbu puspita.....bukunya sudah ada diperpus SMK N 1 KTS lom?
BalasHapus