Pada awal liburan saya menyempatkan diri menambah koleksi bahan bacaan, maka saya mengajak suami dan anak-anak belanja buku di Togamas Kediri, salah satu buku yang menarik perhatian saya adalah “Education Games” karya Kak Andang Ismail. Selama ini saya prihatin dengan permainan anak-anak di masa kini. Permainan tradisional semakin terpinggirkan, padahal permainan tradisional sangat edukatif.
Joan Freeman dan Utami Munandar (1996) menyebutkan bahwa beberapa psikolog dan sosiolog mengemukakan pandangan mengenai manfaat bermain diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sebagai penyalur energi berlebih yang dimiliki anak. Anak memiliki energi berlebih karena terbebas dari segala macam tekanan, baik tekanan ekonomi maupun sosial, sehingga dia mengungkapkan energinya dalam bermain. (Sciller de Spencer)
2. Sebagai sarana untuk menyiapkan hidupnya kelak ketika dewasa. Pada saat berkumpul anak-anak sering bermain peran; peran sebagai pedagang, pembeli maupun pengusaha. Secara tidak sadar mereka menyiapkan diri untuk perannya di masa depan (Karl Groos)
3. Sebagai pelanjut citra kemanusiaan. Kegiatan –kegiatan seperti lari, melempar, memanjat dan meloncat merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari dari generasi ke generasi. (Stanley Hill)
4. Untuk memperoleh kompensasi atas hal-hal yang tidak diperolehnya. Melalui kegiatan bermain, anak memuaskan keinginan-keinginan yang terpendam atau tertekan.
5. Untuk membangun energi yang hilang. Bermain merupakan media untuk menyegarkan badan kembali (revitalisasi) setelah bekerja selama berjam-jam (Lazarus)
6. Bermain juga memungkinkan anak melepaskan perasaan-perasaan dan emosi-emosinya, yang dalam realitas tidak dapat diungkapkan.
7. Memberi stimulus pada pembentukan kepribadian.
Selain tiu bermain juga dapat bermanfaat sebagi berikut:
1. Sarana untuk membawa anak ke alam bermasyarakat.
2. Mengenal kekuatannya sendiri.
3. Mengembangkan imaginasi. Sebagian besar permainan mampu menumbuhkan imaginasi, baik permainan traditional maupun permainan modern.
4. Menempa emosi dan empati. Emotional anak dapat terkontrol pada saat bermain bersama teman.
5. Memperoleh kegembiaraan, kesenangan dan kepuasan.
6. Melatih diri mentaati peraturan yang berlaku. Anak-anak perlu di latih budaya antri.
dengan bermain kita sebagai kakak, orang tua , om tidak pusing mikirin anak sebab kalo anak lebih banyak diam kita jadi khawatir juga .
BalasHapuswah, buku anak2 sekarang unik2 ya.
BalasHapus@kawanlama95; kalau anak lebih banyak diam perlu konsultasi pada ahlinya. terlalu aktif juga perlu dikonsultasikan.
BalasHapus@Sang Cerpenis bercerita; benar mBak Fanny buku anak-anak sekarang unik-unik sudah mulai mengikuti perkembangan. Semoga saya bisa mengarang buku sendiri. Amin. Doakan ya mBak....
Benar mbak, permainan anak sekarang cenderung individual, sehingga perlu dibuat keseimbangan. Antara lain dengan permainan kelompok, agar anak terlatih bekerja dalam kelompok nantinya.....seperti permainan pada pramuka.
BalasHapusJujur saja banyak anak pinter sekarang, mengapa pas wawancara di dunia kerja gagal? Karena saat wawancara, sekaligus assessor menilai apakah yang diwawancara punya beberapa soft kompetensi (kalau hard kompetensi kan bisa terlihat dari IP)...seperti integritas, teamwork dll...yang lebih banyak dinilai apakah bisa bekerja dalam kelompok. Karena di dunia kerja, kita tak pernah bekerja sendiri, selalu dalam tim, ada ketergantungan antara rekan satu tim.
udah ama nggak berkunjung ke blog bu Guru yang semakin oke...
BalasHapus@edratna; terima kasih informasinya mBak Ratna, saya akan berusaha menyiapkan generasi yang siap pakai yang mampu bekerja kelompok. Dengan menggunakan model pembelajaraan kooperatif di dalam kelas. Mohon doanya.
BalasHapus@Humas ISPI: terima kasih kunjungannya.
Alhamdulillah... yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita menumbuhkan dan mengembangkan anak secara wajar, cerdas dan membahagiakannya. Tidak untuk sekarang saja, tetapi untuk masa dewasanya kelak. Tanpa perhatian yang serius dari semua pihak non sense pendidikan anak Indonesia kedepan akan semakin baik, yang ada justru semakin terpuruk karena tergilas budaya budaya asing yang justru melemahkan karakteristik budaya sendiri. Penting untuk dijadikan catatan bahwa saking getolnya pemerintah studi banding ke negara-negara maju, semakin bingung mau dibawa kemana pendidikan anak kita...
BalasHapusSaya juga sangat prihatin dengan kondisi semacam ini. mau tidak mau harus berawal dari calon para orang tua, para calon guru, para orang tua, para guru pemahaman tentang pentingnya mendidik secara sehat dan manusiawi sesuai dengan kadar kewilayahan/kedaerahan dan agama yang kita anut akan meningkatkan wawasan dan kedewasaan, kesadaran dan memiliki kebutuhan terhadap anak-anak yang berkualitas.
Melalui permainan yang dimiliki bangsa ini, sesungguhnya mereka akan sangat peka menjadi warga yang bermartabat di mata dunia, daripada menjadi penjiplak tetapi bingung mau jadi apa masa depannya...
Sekarang, mendingan memilih konsep barat yang dipaksakan sesuai dengan karakteristik bangsa kita atau memperkuat budaya yang ada? Coba, untuk melatih motorik kasar anak, mana ada di Amerika pelepah pisang dijadikan mainan kuda-kudaan? atau untuk melatih motorik halus, pelepah singkong ditata sedemikian rupa sehingga menjadi wayang... Ini Indonesia sobat... bolehlah teknologi meniru barat, tapi hati dan jiwa tetap Indonesia kalau bangsa ini ingin bermartabat...
Wallaahu a'lam...
Salam ceria untuk semuanya...
Andang Ismail (081-794-06-963) www.shibyan-center.com