Posting Terbaru

Minggu, 04 Oktober 2009

Tiba-tiba Airmataku Menitik

Dalam dunia yang sangat hedonis dan serba kebendaan ini, faktor keikhlasan terasa tak bermakna dan benar-benar kehilangan makna. Hampir lebih dari dua dasawarsa ini para guru di Indonesia terlihat seperti tak menjumpai kata “ikhlas” dalam kamus hatinya.
Membaca petikan artikel ini,
Tiba-tiba airmataku menitik, hatiku terasa teriris, perih sekali rasanya. Benarkah, sudah separah itu kondisi guru-guru di Indonesia. Setahuku, kami (guru-guru) tidak seperti itu. Saya tidak mau membela diri. Namun saya merasakan dan melihat fakta di lapangan ( di sekolah), masih banyak guru-guru yang mengajar dengan hati dan mereka sangat ikhlas.

Mengapa saya menangis, bukan karena sakit hati, tapi mencoba mawas diri. Saya seorang guru. Saya bukan orang bodoh yang hanya mampu membuang-buang waktu dengan bekerja tidak ikhlas.
Andai saya mengajar tidak dengan hati, siswa-siswa saya akan merasakannya, karena mereka juga memiliki hati. Frekuensi gelombang yang keluar dari tubuh saya benar-benar dapat dirasakan oleh mereka (siswa-siswa). Mulut bisa bohong. Akan tetapi, Frekuensi gelombang yang keluar dari tubuh tidak pernah bohong.
Saya manusia biasa yang memiliki keterbatasan dan kesalahan. Saya guru yang sedang belajar, salah satu inspirator saya Albert Einstein. Beliau menyatakan, “Hasil akhir dari sebuah proses pendidikan adalah membuat seseorang dapat menghargai dirinya sendiri (Try not to become a man of success but a man of value)”
Maafkan saya, tiba-tiba saya ingin sekali melakukan pembelaan diri.
Saya pernah sekolah, masa sekolah saya sangat membahagiakan. Guru-guru saya sangat baik dan penuh perhatian oleh karena itu saya ingin meneladani mereka. Sampai sekarang hubungan kami masih baik meskipun beliau-beliau sudah purna, sudah sepuh bahkan sudah almarhum Saat ini, saya sendiri sudah menjadi guru.
Selama sekolah saya mendapat kesempatan mengembangkan diri dan bahagia sekali. Kebahagiaan dan keberhasilan siswa-siswa merupakan harta yang ternilai harganya. Tidak bisa dinilai dengan rupiah.
Andai saya mengajar tanpa hati, tidak mungkin puluhan sms ucapan selamat merayakan Idul Fitri masuk ke hp, email dan Fb. Baik dari siswa yang masih aktif maupun yang sudah alumni. Orangtua siswa juga ada beberapa. Bahkan mungkin sampai hari ini masih ada beberapa yang belum sempat saya balas meskipun saya lakukan tidak dengan sengaja. Tapi saya terus berjuang untuk tidak mengecewakan mereka.
Meskipun rumah saya jauh dari sekolah beberapa siswa dan alumni masih mau berjuang mencari dan berkunjung ke rumah di hari lebaran. Karunia Allah yang tak ternilai harganya. Saya hanya mampu bersyukur dan terus menerus bersyukur. Kunjungan merekapun tak terukur dengan materi atau uang.
Kedua putrakupun berusaha untuk mengadakan silaturahmi pada guru-guru SD dan SMP bahkan TK bersama kawan-kawannya. (saat ini keduanya sudah SMA), saya yakin mereka melakukan silaturahmi karena sangat mencintai guru-gurunya.
Andai saya mengajar tanpa hati, tidak mungkin beberapa alumni masih memohon restu pada saat mereka berjuang untuk sekolah lagi, pindah kerja, berusaha mandiri, berangkat bertugas (TNI) dan masih banyak lagi. .
Sekali lagi maafkan saya.
Hidup guru-guru Indonesia.


30 komentar:

  1. salam sobat
    wah salut sama mba nich,,seorang guru teladan,
    semoga jasa mba dapat dikenang semua murid2 yang pernah diteladani oleh gurunya ini,,,
    jadi ikut terharu,,hik,,hik,

    BalasHapus
  2. Hampir lebih dari dua dasawarsa.....
    Sudah sedemikian picikkah penilaian mereka?
    Saya juga terenyuh membaca potongan artikel itu mbak.
    Aku introspeksi diri dulu....

    Biarkan mereka ngomong, mari kita jalani profesi kita dengan penuh keikhlasan dan ketulusan semoga saja apa yang dituduhkan itu tidak benar adanya.

    BalasHapus
  3. Saya bukan guru teladan, masih jauh untuk menjadi teladan. Baru belajar.

    Terima kasih kunjungannya. Salam buat keluarga di Saudi Arabia.

    BalasHapus
  4. @Seti@wan Dirgant@ra; mari kita berjuang dengan penuh keikhlasan dan ketulusan. Mari kita tunjukkan bahwa kita tidak seperti yang mereka tuduhkan.

    BalasHapus
  5. Tak banyak guru yang seperti ibu itu, walau konon udah menjadi guru profesional setelah lulus sertifikasi baik langsung maupun lewat diklat...

    BalasHapus
  6. Selalu instropeksi emang baik bu, lakukanlah dengan hati dilandasi norma....

    BalasHapus
  7. Anggapan orang berbeda beda sesuai dengan ilmu mereka Bu....sabar dan tetap semangat ajah...

    BalasHapus
  8. jadi merasa berdosa nih...

    aku yang jadi murid gag bisa...
    aku juga jadi kepengen jadi guru nih...

    BalasHapus
  9. ya Allah..... benar benar seorang ibu guru yg memang pantass jadi panutan anak didiknya, subhanallah...

    banyak orang yg memaksakan untuk manjadi guru, tapi banyak juga yg gagal.... ndak bisa memberikan apa yg seharusnya diberikan

    salut buat mbak puspita, tetap semangat ya.....

    BalasHapus
  10. Kalau saya ndak tau apakah saya ikhlas atau ndak. Pokoknya nek saya suka dan bisa menikmati "gaweyan" yang saya lakukan ya saya jalani aja. Masalah apakah nanti Allah nganggep saya ikhlas, dapet pahala, atau malah dapet dosa ya itu hak prerogatif-nya Allah kok. Saya ndak bisa protes.

    BalasHapus
  11. Ya begitulah Mba, hati manusia itu kan beragam warnanya, ada yang baik (ikhlas), ada yang pamrih dan ada pula yg jahat. Dan semoga kita selalu berada di posisi hati yg ikhlas,a miin

    BalasHapus
  12. Alhamdulllah, kolom komentar sudah berubah sehingga bisa masuk kemari.
    B agi saya Guru adalah orang yang berjasa bagi hidup saya sehingga saya bisa seperti ini. Bapakku juga guru, isteri juga pernh jadi guru honorer, mertuaku dan aku pernah jadi guru ( gumil=guru militer)
    Kita bangga jika murid2 jadi orang.
    Hormat saya kepada guru tak pernah surut.
    Terima kasih bu Guru.
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  13. tulisan yang cukup menyentuh dan mengharukan, bu pita. saya malah kadang2 merasakan bahwa saya belum bisa mengajar dan mendidik seperti yang bu pita lakukan dengan mengggunakan hati. malah seringkali terjadi, di kelas, saya seperti berubah menjadi seorang diktator yang suka memaksakan kehendak. dengan otoritas yang saya miliki, saya suka menjadikan mereka sebagai sampah ilmu pengetahuan, yang terus saya jejali dengan bertumpuk-tumpuk teori, tanpa peduli, apakah mereka paham atau tidak. yang penting target kurikulum sudah bisa saya penuhi, hehe ...

    BalasHapus
  14. terima kasihku, kuucapkan..
    pada guruku yg tulus..

    guru bak pelita penerangan dalam gulita
    jasamu tiada tara:)

    nih mbak *sodorin tisu* hehehe dihapus yah air matanya;)

    BalasHapus
  15. HIks...hiks...hiks..saya menjadi malu Bu membaca postingan ini, saya tidak pernah lagi mengunjungi guru2 SD dan SMP saya, bukan karena sombong, tapi saya berpikir kalau saya bukanlah orang terkenal dan pasti sudah dilupakan oleh beliau2 semua..
    Namun saya sadar, saya salah, saya akan segera mengunjungi beliau semuanya jika masih diberikan umur...

    Salam semangat selalu
    http://garasiusaha.wordpress.com/

    BalasHapus
  16. Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang
    ‘tuk Sahabatku terchayaaaaaaaank sukses selalu yaaaak
    I Love U fuuulllllllllllllllllllllllllllll

    BalasHapus
  17. HATI adalah perangkat yang ruaaaaaarrr biasa di miliki manusia melebihi OTAK dan AKAL PIKIRANNYA.. tapi pertanyaannya seberapa banyak dari kita yang memperhatikannya dan mulai membersihkannya
    salam sayang

    BalasHapus
  18. wahhhhhhh ibu guru berhati mulia, semoga semua perjuangan akan dapat tercapai , dan menjadi pengabdi negara yang sukses , aminnnnnnn... jadi inget guru guru ku, aku kemaren juga kerumah guru2, tapi banyak yang mudik ,telat aku :(

    BalasHapus
  19. artikel dari mana tuh bu? tp apapun isinya, saya juga sepakat sama ibu, bahwa menjadi guru adalah panggilan jiwa, bukan krn gaji atau jabatan. saya bisa rasakan itu. Tidak jauh berbeda dengan dosen2..saya melihat begitu banyak dosen dan guru yang memilih menjadi pengabdi pendidikan daripada bekerja di perusahaan besar dengan gaji tinggi. maka tak ada alasan utk mengatakan bahwa sebagian besar guru dan dosen sudah tidak iklas mengajar..ttp semangat bu..

    BalasHapus
  20. hmmm koment apa ya? udah pada diborong semua sih

    BalasHapus
  21. ibu, bapakku adalah seorang guru. dan semua orang adalah guru kita, jadi guru itu adalah sesuatu yang memang mesti menemani langkah manusia berjalan menjadi orang yang bernilai :)

    apapun kata orang tentang guru, maka sesungguhnya kehidupan tidak akan pernah menjadi sempurna tanpa kehadiran seorang guru.

    tetap semangat, bu.

    yang dulu bercita-cita jadi guru TK,
    fety

    BalasHapus
  22. sip bu . ibu emang guru yang buat saya tdk gaptek lihat blog q . n lihat tamiya ku

    BalasHapus
  23. bu bagaimana blognya kak gini kok bagusan mlik saya.he,e

    BalasHapus
  24. semua yang dilakukan dengan hati emang beda bu

    BalasHapus
  25. Saya tak pernah menggubris tulisan miring tentang guru...

    Tak ada yang tau tentang guru selain guru itu sendiri.

    Dalam banyak hal sering tak diakui, tapi kenyataannya semua butuh guru.

    BalasHapus
  26. guru.....
    smoga guru tetap jaya sampai akhir masa

    BalasHapus
  27. ingin baca artikelnya, dimana bu?

    BalasHapus